PT Astra International Tbk (ASII) merealisasikan penggunaan belanja modal (capex) sebesar Rp 6,7 triliun hingga triwulan I 2023. Sedangkan total alokasi belanja modal ASII untuk tahun 2023 sebesar Rp 24 triliun dan investasi Rp 15 triliun, hampir mencapai Rp 40 triliun jika dihitung.
Head of Corporate Investor Relations Astra International Tira Ardianti mengatakan belanja modal yang dianggarkan ASII untuk meningkatkan dan memperkuat bisnis inti dan non inti.
“Penggunaan capex sekitar Rp 6,7 triliun pada kuartal I 2023. Ini meningkat dari periode yang sama tahun lalu Rp 4 triliun,” ujarnya kepada media di Menara Astra, Jakarta, dikutip Kamis (6/7). ). ).
Dari total anggaran belanja modal dan investasi tersebut, Tira menjelaskan Grup Astra akan berinvestasi di beberapa sektor, salah satunya energi baru terbarukan atau EBT. Namun untuk sektor ini, ASII melihat lebih dalam untuk mengetahui nilai dan manfaat investasi.
Namun, Tira mengatakan ASII kini tertarik di sektor consumer goods dan kesehatan. Sebelumnya, Grup Astra berinvestasi di HaloDoc dan PT Medikaloka Hermina Tbk atau Hermina.
Sebagai informasi, ASII melalui anak usahanya, PT Astra Land Indonesia juga mengambil alih Jaya Mandarin Agung (JMA). Nilai transaksi akuisisi mencapai US$ 85 juta atau sekitar Rp 1,27 triliun dengan asumsi kurs Rp 15.090.
Di sisi lain, anak usaha ASII, PT United Tractors Tbk (UNTR) telah membelanjakan dana belanja modal sebesar US$325 pada kuartal I 2023. Sebagai informasi, perusahaan Grup Astra telah menyediakan modal sebesar US$1 miliar atau setara. sebanyak Rp 15,5 triliun tahun ini.
Direktur United Tractors Iwan Hadiantoro mengatakan belanja modal tahun ini sebesar US$900 untuk bisnis pertambangan. Rinciannya, untuk membeli peralatan baru di sektor pertambangan, belanja modal yang digunakan sekitar US$ 800 hingga US$ 900 juta. Sedangkan untuk tambang emas, perseroan akan menggunakan belanja modal US$150 juta.
Sebelumnya, JP Morgan Securities menurunkan peringkat ASII menjadi netral dari sebelumnya overweight. Padahal kinerja sahamnya sudah 30% lebih baik dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sejak awal tahun.
Setidaknya ada tiga alasan downgrade. Pertama, peningkatan bisnis otomotif sepertinya tidak akan berlanjut. Kedua, pertumbuhan pendapatan yang lebih rendah sebesar 4-5% diperkirakan pada 2023-2024 dari 43% pada 2022, karena perlambatan bisnis terkait komoditas untuk United Tractors dan Astra Agro Lestari.
Ketiga, dividen khusus tidak dimungkinkan setelah pertumbuhan laba terkendali, serta kebutuhan modal yang besar terkait rencana akuisisi 20% saham Industries Limited (NIC) di UNTR.
JP Morgan juga yakin pertumbuhan pendapatan Astra International dapat melambat secara material karena normalisasi volume kendaraan roda empat, harga komoditas yang lebih rendah, dan biaya kredit yang lebih tinggi dalam bisnis pembiayaan.