Bursa Efek Indonesia (BEI) saat ini sedang mempelajari mekanisme perdagangan karbon negara. Perkembangan stok karbon juga dibahas dalam pertemuan antara pelaku sektor jasa keuangan dengan Presiden Joko Widodo, Senin (16/1) di Istana Kepresidenan, Jakarta.
Direktur Utama BEI, Iman Rachman menjelaskan, otoritas bursa telah mempelajari pertukaran karbon di beberapa negara. Menurut Iman, adanya pertukaran karbon dapat memperluas perdagangan di bursa tersebut.
Tak hanya itu, Iman juga mengapresiasi keberadaan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) sebagai bentuk pendalaman pasar, tidak hanya untuk instrumen berbasis saham, tetapi juga untuk perdagangan karbon.
“Kami mengapresiasi P2SK sebagai bentuk pendalaman pasar kami ke depan dan juga memperluas perdagangan di Bursa Efek Indonesia, tidak hanya di pasar saham tetapi juga di pasar karbon,” kata Iman Rachman dalam konferensi pers, Senin (16/10). 1).
Terpisah, Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Hendrik mengatakan, terkait persiapan carbon exchange, pihaknya masih berkoordinasi dengan OJK dan kementerian terkait seperti Kementerian ESDM, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Keuangan. , Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Koordinasi terutama membahas regulasi, model bisnis hingga timeline pelaksanaan pertukaran karbon. “Timeline akan disesuaikan dengan hasil koordinasi dengan OJK dan kementerian terkait,” ujarnya.
Jeffrey menjelaskan, BEI mempelajari cadangan karbon di beberapa negara seperti Korea Selatan, Inggris, Uni Eropa dan Malaysia. “Kami juga sedang melakukan kajian dan studi banding pertukaran karbon yang ada baik di kawasan Asia maupun Eropa,” ujarnya.
Sebelumnya, OJK menargetkan perdagangan carbon exchange dijadwalkan akan diluncurkan pada 2024. Omnibus law sektor keuangan atau UU P2SK yang baru saja disahkan pekan lalu mengamanatkan OJK untuk memantau pelaksanaan carbon exchange.
“Sesuai keputusan pemerintah, kami akan mengaktifkan pertukaran karbon pada 2024,” kata Ketua Dewan Komisioner Dewan Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, dalam Rapat Kerja Nasional Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH). ) di Jakarta, Rabu (21/12).
Namun, OJK belum memutuskan model stok karbon mana yang akan digunakan di masa depan. Alasannya, ada dua pilihan. Pertama, bursa karbon yang melekat pada Bursa Efek Indonesia (BEI), kedua, dibentuk bursa khusus untuk jual beli sekuritas berbasis karbon. Sebagian besar negara yang telah menerapkannya kebanyakan menggunakan model kedua. Hal ini agar pengembangan carbon exchange dapat lebih terarah.