Bursa Efek Indonesia (BEI) menargetkan tahun ini sebanyak 57 perusahaan baru yang akan mencatatkan penawaran umum perdana/IPO.
Direktur Utama BEI, Iman Rachman, meyakini target tersebut dapat tercapai seiring dengan kondisi pasar saham dalam negeri yang terus berkembang dan masih banyaknya perusahaan yang berencana IPO.
Iman mengatakan, dari sisi tren, IPO di Indonesia terus mencatatkan angka tertinggi dalam lima tahun terakhir dengan pertumbuhan mencapai 40%. “Sejak 2018, rata-rata penerbit kami per tahun sudah melebihi 50,” kata Iman, dalam wawancara khusus dengan Katadata.co.id, Kamis (16/2) di Gedung BEI, Jakarta.
Iman mengaku telah menyiapkan berbagai strategi untuk mencapai target 57 listing IPO baru. Pertama, mensosialisasikan atau memberikan bantuan langsung kepada perusahaan terkait. Seiring dengan perkembangan teknologi, BEI juga terus menjaring calon emiten di luar daerah dengan memberikan pendampingan jarak jauh kepada perusahaan.
“Kita coba sosialisasikan perusahaan daerah. Pertama kita konsultasi, bahkan kita siapkan rambu-rambunya,” kata Iman.
BEI saat ini memiliki empat papan perdagangan yaitu papan utama, papan pengembangan dan papan akselerator. Baru-baru ini, dewan ekonomi baru diluncurkan pada Desember 2022 untuk menampung perusahaan teknologi.
Khusus di papan teknologi, BEI juga terus mendorong lebih banyak perusahaan untuk mengambil tempat di papan ekonomi baru. Saat ini, hanya ada tiga perusahaan yang tercatat di dewan ekonomi baru: PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO), PT Bukalapak.com Tbk (BUKA), dan PT Global Digital Niaga Tbk (BELI).
“Jadi kami akan menyasar lebih banyak perusahaan di kelas papan utama tapi ekonomi baru,” kata Iman.
Tak hanya menyasar perusahaan teknologi, BEI juga membidik perusahaan dan anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mencatatkan sahamnya di bursa.
Iman mengatakan hingga saat ini sudah ada sekitar 34 perusahaan milik pemerintah beserta anak perusahaannya yang tercatat di BEI. “Dan terus terang, beberapa perusahaan ini menjadi kontributor IHSG kami. Kami berharap ke depan akan lebih banyak lagi,” ujarnya.
Menurutnya, saat ini BUMN yang sedang dalam proses mencatatkan sahamnya di bursa adalah PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO). Anak usaha Pertamina ini rencananya akan diumumkan di bursa paling lambat akhir Februari.
Mengevaluasi Potensi IPO Perusahaan Asing
Di sisi lain, otoritas bursa juga mengkaji potensi perseroan terbatas (PT) asing yang menjalankan usahanya di Indonesia, untuk dicatatkan di bursa.
Mantan Direktur Strategi, Portofolio dan Pengembangan Bisnis PT Pertamina itu mengatakan, potensi besar bagi perusahaan asing untuk berdomisili di luar negeri.
“Bursa dan OJK tentu melihat peluang. Tapi tentu saja tinggal di domisili yang berbeda kita harus banyak menyesuaikan. Yakni, bicara hal-hal sederhana seperti audit dan sebagainya. Jadi, kita pelajari dan tentu akan kita lakukan. ini,” kata Iman.
Dalam praktiknya di beberapa bursa global, IPO semacam ini biasa terjadi dengan skema penerapan perusahaan cangkang atau Special Purpose Acquisition Company (SPAC).
Secara terpisah, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Pembiayaan Derivatif, dan Pertukaran Karbon OJK Inarno Djajadi mengatakan, di antara yang dikaji adalah implementasi SPACs, khusus dibentuk perusahaan cangkang yang memungkinkan perusahaan lain menghimpun dana melalui IPO di pasar modal asing.
“Jika akuisisi tidak dilakukan setelah IPO, maka dana tersebut harus dikembalikan kepada pemilik modal,” kata Inarno dalam jumpa pers, Senin (6/2).
Praktik SPAC biasanya dilakukan pada beberapa bursa besar di dunia, salah satunya di Amerika Serikat yaitu transaksi IPO Hedosophia Social Capital SPAC (IPOA) pada tahun 2017.
IPOA bergabung dengan perusahaan swasta yang ditargetkan pada 2019 yaitu Virgin Galactic. Kini, Virgin Galactic telah menjadi perusahaan tercatat di New York Stock Exchange (NYSE) dengan kode ticker SPCE.