Penerbit maskapai pelat merah, PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) terus melakukan berbagai upaya efisiensi biaya, salah satunya dengan merampingkan jumlah karyawan. Hal ini terlihat dari tren penurunan jumlah pegawai Garuda dalam beberapa tahun terakhir.
Sebagai gambaran, mengacu pada laporan keuangan perusahaan, jumlah pegawai Garuda Indonesia secara konsolidasi pada tahun 2021 yang belum diaudit sebanyak 13.627 pegawai. Jumlah ini kemudian menurun sebanyak 1.467 menjadi 12.160 karyawan pada akhir Desember 2022.
Staf GIAA juga terus mengalami penurunan sebanyak 173 karyawan menjadi 11.987 pada kuartal pertama tahun ini. Menurut Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra, perampingan Garuda juga akan berlanjut tahun ini. Skema ini dengan penyelesaian kontrak hingga pensiun dini.
“Penurunan masih berlanjut tahun ini dan dilakukan secara sukarela,” kata Irfan, kepada Katadata.co.id, Rabu (31/5). Hanya saja, dia tidak menyebutkan, efek efisiensi pemangkasan pegawai terhadap persentase pengurangan beban keuangan Garuda.
Namun yang pasti, sejak awal tahun ini perseroan terus mencatatkan pertumbuhan dari segi laba sebelum bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi atau EBITDA.
Diketahui, EBITDA Garuda pada Maret naik menjadi US$ 34,29 juta dibandingkan Februari yang tercatat US$ 28,36 juta. Peningkatan tersebut mengikuti upaya restrukturisasi yang telah dilakukan sebelumnya.
Peningkatan EBITDA juga dibarengi dengan pendapatan operasional yang meningkat 72% menjadi US$602,9 juta pada kuartal I 2023 atau setara Rp8,90 triliun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Lonjakan pendapatan tersebut ditopang oleh peningkatan trafik penumpang Garuda Indonesia Group sebanyak 4,5 juta penumpang, tumbuh sekitar 60% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebanyak 2,7 juta penumpang.
Di sisi lain, perseroan juga mencatatkan rugi bersih 50,91% menjadi US$ 110,03 juta atau Rp 1,62 triliun dengan kurs rata-rata Rp 14.762 per dolar AS pada kuartal I 2023.