PT Hillcon Tbk menolak alasan penundaan penawaran umum perdana (IPO) pada Juli 2022 karena permintaan penundaan kewajiban pembayaran utang anak usaha atau PKPU. Hillcon melanjutkan aksi korporasi ini dan akan berpartisipasi di bursa Februari mendatang.
“Alasan penundaan IPO bukan karena PKPU tapi karena jadwalnya yang tidak terburu-buru,” kata Direktur Keuangan Hillcon Jaya Angdika saat ditemui wartawan di Jakarta, Jumat (13/1).
Seperti diketahui, anak usaha yang terseret PKPU adalah PT Hillconjaya Sakti oleh PT Intraco Penta Prima Servis yang merupakan anak usaha PT Intraco Penta Tbk (INTA). Permohonan PKPU terdaftar dengan nomor perkara 155/Pdt. Sus-PKPU/2022/PN Niaga Jkt.Pst.
Hillcon akan menerbitkan 442,3 juta saham biasa dengan nilai nominal Rp 100 per saham. Jumlah tersebut setara dengan 15% dari modal ditempatkan dan disetor perseroan setelah IPO. Jumlah saham yang ditawarkan juga lebih rendah dari rencana awal sebanyak 2,21 miliar saham.
Menurut prospektus, Hillcon menawarkan harga saham di kisaran Rp 1.250 hingga Rp 2.000. Jadi, dari IPO tersebut perseroan berpotensi menghimpun dana hingga Rp 884,6 miliar. Seluruh dana hasil IPO akan digunakan perseroan untuk memberikan pinjaman kepada anak usahanya yakni Hillconjaya Sakti atau HS.
Usai IPO, Jaya mengungkapkan pendapatan tahun ini mencapai Rp6 triliun dengan laba bersih Rp1 triliun. Strategi perseroan untuk mencapai target tersebut adalah dengan meningkatkan total produksi nikel sebesar sembilan juta ton pada 2022 dan 15 juta ton pada 2023.
“Strategi untuk mencapai target adalah dengan menambah jumlah produksi, didukung tiga pelanggan baru yang sudah masuk perencanaan perusahaan, kita kejar 15 juta ton,” ujarnya.
Namun, dia belum bisa memberikan kontrak pelanggan baru. Namun Jaya menjelaskan rata-rata kontrak baru berdurasi tiga tahun dan dia optimistis akan ada perpanjangan kontrak.
“Mereka akan menjajaki untuk membuka tambang baru, setelah itu pasti akan dilanjutkan atau diperpanjang kontraknya,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama Hillcon, Hersan Qiu mengatakan, perseroan menyiapkan belanja modal (capex) sekitar Rp 800 miliar hingga Rp 1 triliun.
Hersan mengatakan belanja modal akan berasal dari dana IPO, namun perseroan akan meminjam dari perbankan atau multifinance jika dana IPO tidak mencukupi.