PT Pertamina berhasil meraih laba bersih sebesar US$ 3,8 miliar atau sekitar Rp 57 triliun pada tahun 2022. Pencapaian tersebut melonjak lebih dari 85% dibandingkan laba tahun sebelumnya sebesar US$ 2,05 miliar.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati melaporkan peningkatan laba bersih didorong optimalisasi biaya yang mencapai US$1,6 miliar, terdiri dari penghematan biaya sebesar US$593 juta dan penghindaran biaya sebesar US$245 juta. Sedangkan pendapatan meningkat menjadi US$ 245 juta.
“Kami juga mengoptimalkan biaya-biaya lain yang berdampak pada penurunan beban pokok penjualan secara keseluruhan dan meningkatkan keuntungan perusahaan. Pencapaian ini tentunya memberikan kontribusi terhadap keuntungan perusahaan,” kata Nicke dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDP) dengan Komisi VI DPR, Selasa (31/1).
Laba bersih Pertamina pada 2022 juga jauh di atas level sebelum Covid-19, dimana pada 2017 dan 2018 Pertamina konsisten meraih laba bersih sekitar US$2,5 miliar. Lihat kotak data berikut:
Seiring dengan peningkatan laba perusahaan, setoran Pertamina ke negara juga mengalami peningkatan yang signifikan. Nicke mengatakan Pertamina telah menyetor Rp 307,2 triliun ke negara sepanjang 2022, meningkat 83% dibandingkan tahun sebelumnya Rp 167,7 triliun.
Jumlah tersebut merupakan gabungan dari penerimaan pajak, dividen, bonus penandatanganan, dan penerimaan negara bukan pajak atau PNBP untuk pengusahaan panas bumi, migas dan produk hilir. PNBP Pertamina tahun 2022 mencapai Rp 84,8 triliun.
“Meski belum pulih sepenuhnya pascapandemi Covid-19, kontribusi Pertamina terhadap penerimaan negara mencapai Rp 307 triliun,” ujar Nicke.
Besarnya penerimaan negara yang disumbang Pertamina tak lepas dari upaya perseroan mengoptimalkan penggunaan minyak mentah di kilang-kilang Pertamina.
Nicke mengatakan, kilang Pertamina bisa mengolah berbagai jenis minyak mentah dari beberapa negara. Optimalisasi di sektor hulu disebut mampu menekan biaya produksi hingga 17%.