PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) membukukan laba bersih sebesar Rp18,31 triliun pada 2022. Angka tersebut meningkat 68% dibandingkan laba bersih tahun sebelumnya.
Direktur Utama BNI Royke Tumilaar mengatakan, realisasi laba bersih lebih tinggi dari perkiraan. Bahkan, realisasi tersebut jauh melampaui capaian sebelum pandemi dan menjadi rekor tertinggi dalam sejarah BNI.
“Total pinjaman yang dikeluarkan pada tahun 2022 telah mencapai Rp646,19 triliun, tumbuh melampaui target awal perseroan yang mencapai 10,9% secara tahunan, diikuti net interest margin (NIM) yang terjaga di angka 4,8%. Pertumbuhan kredit bisnis yang sehat ditopang oleh ekspansi bisnis dari debitur papan atas dan bisnis turunan yang berasal dari rantai nilai debitur,” kata Royke dalam Presentasi Kinerja Keempat 2022, Selasa (24/1).
Sebagai informasi, pada 2019 atau sebelum pandemi Covid-19, laba bersih BNI mencapai Rp 15,3 triliun.
“Kredit kami tumbuh 10,9% secara tahunan dengan sumber pertumbuhan berasal dari nasabah yang benar-benar berkualitas,” lanjut Royke.
Peminjaman selektif ini, jelas Royke, berdampak pada peningkatan kualitas aset. Dimana loan to risk ratio (LAR) BNI turun dari 23% menjadi 16% dan credit cost rate turun dari 3,3% menjadi 1,9% di tahun 2022.
Dari sisi likuiditas, BNI berhasil membukukan pertumbuhan dana murah atau CASA yang kuat sebesar 10,1% secara tahunan. Dana tersebut dihasilkan dari strategi perusahaan membangun CASA berbasis transaksi, dengan menyediakan solusi keuangan dan transaksi yang komprehensif dan handal.
Pertumbuhan fee based income tercatat sebesar 8,7% secara tahunan menjadi Rp 14,8 triliun. Hal itu dicapai dengan mengubah pola pertumbuhan fee based income untuk mendukung upaya pemerintah menurunkan biaya transfer melalui program BI Fast. Hal ini sejalan dengan tren transaksi transfer antar bank yang cenderung menurun.
Bank dengan kode emiten BBNI juga berhasil meningkatkan pendapatan non bunga yang memberikan nilai tambah bagi nasabah. Sebagai contoh, di perbankan ritel, fitur pembayaran tagihan saat ini memberikan kontribusi pendapatan lebih dari Rp 300 miliar atau tumbuh 18% secara tahunan.
Selain itu, di segmen business banking, BNI semakin aktif memfasilitasi sindikasi dan mampu memberikan kontribusi pendapatan non-bunga hampir Rp1 triliun, naik 100% dibandingkan tahun lalu.
Hasil kinerja yang positif ini berdampak pada pre-provision operating profit (PPOP) yang tercatat sebesar Rp34,4 triliun atau meningkat 10,8% secara tahunan.
Selain itu, upaya perbaikan kualitas kredit melalui kebijakan kredit yang efektif menurunkan rasio NPL sebesar 90 basis point secara tahunan menjadi 2,8%.
Royke menambahkan, jumlah pinjaman yang direstrukturisasi dengan stimulus Covid juga terus menurun nilainya menjadi Rp49,6 triliun atau setara 7,8% dari total pinjaman. Penurunan pada triwulan terakhir terutama berasal dari sektor-sektor yang paling terdampak wabah, seperti restoran, hotel, tekstil, dan konstruksi. Hal ini menunjukkan bahwa bisnis debitur di sektor ini mulai pulih.