Saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BBRI mencapai rekor tertinggi (sepanjang masa/ATH) pada perdagangan Jumat (19/5) lalu.
Nilai saham BBRI merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah, sejak berlangsung di pasar modal pada tahun 2003.
Salah satu alasannya adalah aspirasi besar perseroan untuk mengejar profitabilitas pasca pandemi dengan target return on equity (ROE) 19% persen pada 2025.
Pada hari perdagangan terakhir di pekan ketiga Mei, BBRI sempat menyentuh ATH di level harga Rp 5.450 per saham pada pukul 15.25 WIB.
Sedangkan pada penutupan bursa (19/5/2023) BBRI berada di level Rp 5.400,- dengan kapitalisasi pasar Rp 818,4 triliun.
Untuk itu, Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan pencapaian ini merupakan bukti apresiasi investor atas komitmen BRI untuk terus tumbuh.
Alasannya, jelasnya, karena BRI berhasil membentuk Ultra Micro Holdings (UMi) pada akhir 2021 melalui rights issue, modal perseroan meningkat sangat besar.
Melalui aksi korporasi ini, BRI mendapat tambahan modal sebesar Rp 41 triliun dari investor.
“Dan CAR (rasio kecukupan modal) kita 25,1 persen. Sehingga menekan return on equity (ROE), sehingga return on equity menjadi lebih rendah karena modal menjadi lebih besar,” ujarnya.
Sementara itu, hal ini juga menyebabkan saham BBRI bergerak di bawah Rp 5.000 tahun lalu.
Namun, hal ini menjadi tantangan bagi bank yang fokus pada segmen UMKM. Sebab, menurut Sunarso, perusahaan harus memanfaatkan kapital atau modalnya.
“Lalu apa tantangan utamanya? Saya sudah bicara kemana-mana, ke seluruh dunia (melalui forum internasional) saya sampaikan bahwa tantangan BRI adalah mendongkrak modalnya dengan 3 cara. Yang pertama tumbuh, yang kedua tumbuh, dan yang ketiga tumbuh,” ujarnya.
Setelah dua tahun melakukan rights issue dan berdirinya UMi Holding, menurut dia, kini perseroan telah membuktikan bisa berkembang. Saat ini CAR BRI cukup tinggi yakni 24,9 persen.
Namun, pada saat yang sama, BRI mampu memberikan return on equity sebesar 21,18 persen pada akhir kuartal I/2023.
“Saya kira tidak ada bank di dunia yang memiliki CAR 25 persen sekaligus tapi juga mampu menghasilkan return on equity 21 persen. Dan kita juga punya komitmen untuk terus tumbuh secara berkelanjutan, menurut saya itu kuncinya,” jelasnya.
Sebagai gambaran, ROE BRI sebelum terjadi wabah yakni pada 2019 sekitar 20 persen. Sudah turun di bawah 15 persen pada 2020. Pada kuartal I/2022 ROE BRI sebesar 17,22 persen dan meningkat 3,96 persen menjadi 21,18 persen pada tiga bulan pertama tahun ini.